Skip to main content

Hirarki Pengelolaan Sampah

Hirarki Pengelolaan Sampah

            Hirarki pengelolaan sampah merupakan kondisi ideal berisi alternatif upaya. Hierarki sampah menujuk pada 3R, yaitu Reuse, Reduce, dan Recycle yang mengklasifikasikan strategi manajemen sampah menurut apa yang sesuai. Urutan hierarki sampah dari yang tertinggi ke yang terbawah yaitu pencegahan, pengurangan sampah, penggunaan kembali, daur ulang, penghematan energi, dan pembuangan.

            Hierarki sampah telah memiiki beberapa konsep sejak beberapa dekade lalu, namun konsep awal, yaitu strategi pengurangan sampah, telah lama berada di dekat ujung piramida hierarki. Tujuan utama hierarki sampah adalah untuk memanfaatkan produk sebesar-besarnya dan menghasilkan sampah yang sesedikit mungkin, karena pencegahan sampah adalah titik tertinggi dari piramida hierarki sampah. Beberapa ahli manajemen sampah megkonsepkan 4R dengan menambah satu R, diantaranya adalah :

1.      Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
2.      Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Daur ulang sampah melalui pemisahan dan pengelompokan sampah, persiapan sampah untuk diguna ulang, diproses ulang, dan difabrikasi ulang; penggunaan, pemrosesan dan fabrikasi sampah.
3.      Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
4.      Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

            Hirarki yang letaknya di paling atas merupakan upaya yang menjadi target utama. Hirarki paling atas mendorong kita untuk sedapat mungkin mencegah timbulan sampah. Ini merupakan upaya yang sifatnya sangat radikal, dilakukan dengan cara menghentikan budaya konsumtif. Mengharuskan kita untuk berhemat sebanyak mungkin terhadap setiap kegiatan yang dapat menimbulkan sampah. Pertanyaannya, apakah itu mungkin dilakukan ditengah derasnya iklan dan pemasaran yang merangsang hati diri kita untuk sebuah produk. Namun, mau tak mau kita dituntut untuk mengarah kesana. Banyak keuntungan dari upaya ini, bukan saja menekan jumlah timbulan sampah sedemikian drastis tetapi juga mampu menyelamatkan energi yang dibutuhkan dalam proses produksi barang yang kita butuhkan, menyelamatkan rusaknya sumber daya alam yang menjadi bahan baku dalam proses produksi, meminimalkan timbulan polusi udara. Kalau mau melihat lebih jauh ke depan lagi, kita dapat menjaga dan menjamin agar lingkungan hidup yang berkelanjutan.

            Pilihan kedua yaitu bagaimana meminimumkan jumlah timbulan sampah dengan cara melakukan perawatan secara rutin atas produk/barang yang kita miliki sehingga dapat memperpanjang umur dari sebuah produk. Dengan melakukan perawatan maka kualitas produk atau barang kita menjadi semakin lama sehingga kita didorong untuk tidak membeli barang atau produk baru dikarenakan karena keteledoran kita.

            Pilihan ketiga yaitu melakukan reuse yaitu dengan cara memakai ulang barang yang masih bisa pakai, misalnya menyumbangkan barang bekas yang masih bisa dipakai kepada mereka yang lebih membutuhkan.
           
            Pilihan keempat yaitu melakukan daur ulang, Bagaimana membuat barang yang sudah tidak terpakai lagi menjadi produk baru yang dapat digunakan kembali untuk menunjang kebutuhan hidup manusia. Contohnya adalah dengan melakukan pengomposan sampah organik, daur ulang plastik bekas, daur ulang kertas bekas dan lainnya.

            Pilihan kelima yaitu denga mengubah timbulan sampah yang ada menjadi sumber energi terbarui, contohnya adalah dengan mengembangkan teknologi pembakaran sampah (incinerator) yang ramah terhadap lingkungan, namun hal ini masih menjadi perdebatan panjang karena sampai saat ini masih belum ada teknologi incinerator yang dapat menjamin tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungannya.

            Pilihan yang terakhir adalah dengan melakukan pembuangan secara terkontrol (sanitary landfill), artinya limbah yang dihasilkan ditimbun dalam tempat dengan lapisan khusus sehingga tidak menimbulkan pencemaran bagi air tanah, selain itu dalam jangka waktu tertentu sampah ditimbun dengan tanah untuk meminimalkan polusi udara.

            Pilihan pertama sampai dengan keempat merupakan sebuah keharusan yang mutlak diupayakan dalam melakukan pengelolaan sampah secara terpadu, sehingga pencegahan atas kerusakan sumber daya alam untuk keberlanjutan kehidupan di masa depan dapat mewujud. Berbicara tentang perkotaan di Indonesia sebenarnya sudah menerapkan piramida ini namun piramidanya dibalik, itupun tidak menggunakan sistem sanitary landfill namun ditimbun begitu saja.

            Pola pengelolaan sampah kota dapat digambarkan secara hierarkis (Gambar 1). Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat hierarki kegiatan pengelolaan sampah, semakin rendah biaya yang dibutuhkan. Tingkat hierarki terendah dalam penanganan sampah kota konvensional adalah pembuangan akhir. Pada hierarki ini, sampah dianggap tidak memiliki nilai dan harus dibuang atau dimusnahkan. Sebagai konsekuensinya, dibutuhkan biaya investasi dan operasional yang tinggi, termasuk biaya untuk mengatasi berbagai dampak lingkungan yang terjadi. Penerapan pengelolaan sampah kota yang menekankan semua bentuk buangan padat merupakan residu yang harus dibuang, tidak mendukung MDGs keenam, yaitu sustainabilitas lingkungan. Teknologi pembuangan sampah yang dilaksanakan di kebanyakan kota di Indonesia masih menyebabkan terjadinya emisi bau, metana, serta gas-gas lainnya ke atmosfir. Selain itu, juga timbul pencemaran tanah dan air tanah akibat lindi yang terbentuk, serta terjadinya perkembang-biakan vektor-vektor penyakit, seperti lalat dan tikus.

 
gambar 1

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pencemaran Air di Sungai Martapura yang Disebabkan oleh Aktivitas MCK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Secara awam air tercemar dapat dilihat dengan mudah, misalnya dari kekeruhan, karena umumnya orang berpendapat bahwa air murni atau bersih itu jernih atau tidak keruh atau dari warnanya yang transparan dan tembus cahaya atau dari baunya yang menyengat hidung atau menimbulkan gatal–gatal pada kulit dan ada juga yang dapat merasakan dengan lidah seperti rasa asam dan getir, atau dari matinya organisme perairan. Kualitas air menurut Douglass (1875) adalah karakteristik bekteriologi, fisik, radiologi dan kimia dari air yang diperlukan oleh manusia dan tidak berbahaya bagi kesehatan dalam rangka pengembangan suatu objek wisata kita perlu menganalisis sumber air yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan wisata tersebut apakah sumber air tersebut telah memenuhi standar atau belum memenuhi standar kualitas air yang baik bagi kesehatan. Aktivitas MCK yang dilakukan di jamban oleh masyarakat pinggiran sungai kota Martapura menjadikan kualitas air menjad