Skip to main content

Pencemaran Air di Sungai Martapura yang Disebabkan oleh Aktivitas MCK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Secara awam air tercemar dapat dilihat dengan mudah, misalnya dari kekeruhan, karena umumnya orang berpendapat bahwa air murni atau bersih itu jernih atau tidak keruh atau dari warnanya yang transparan dan tembus cahaya atau dari baunya yang menyengat hidung atau menimbulkan gatal–gatal pada kulit dan ada juga yang dapat merasakan dengan lidah seperti rasa asam dan getir, atau dari matinya organisme perairan. Kualitas air menurut Douglass (1875) adalah karakteristik bekteriologi, fisik, radiologi dan kimia dari air yang diperlukan oleh manusia dan tidak berbahaya bagi kesehatan dalam rangka pengembangan suatu objek wisata kita perlu menganalisis sumber air yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan wisata tersebut apakah sumber air tersebut telah memenuhi standar atau belum memenuhi standar kualitas air yang baik bagi kesehatan. Aktivitas MCK yang dilakukan di jamban oleh masyarakat pinggiran sungai kota Martapura menjadikan kualitas air menjadi sangat buruk. Pencemaran air tersebut menjadi momok dalam masyarakat. Aktivitas MCK yang dilakukan di jamban secara langsung memperburuk keadaan sungai. Menurut kami ini bukan permasalahan yang sepele. Kita telah gagal mencegah terjadinya penurunan mutu air, maka dari itu kami mengangkat permasalahan ini menjadi pokok bahasan makalah kami. 1.2. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dari makalah ini adalah : 1. Apakah aktivitas MCK dapat menyebabkan pencemaran air? 2. Apa dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas MCK terhadap kualitas air? 3. Solusi apa saja yang bisa dilakukan untuk mengatasi pencemaran air yang disebabkan oleh aktivitas MCK? 1.3. TUJUAN Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk memberikan solusi dalam mengatasi dampak pencemaran air yang disebabkan oleh aktivitas MCK. 2. Memberitahukan kepada para pembaca akan bahaya Aktivitas MCK. 1.4. BATASAN MASALAH Dalam penulisan makalah ini, kelompok kami hanya membahas masalah pencemaran air yang terjadi akibat aktivitas MCK di sungai Martapura beserta dampak dan solusinya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SEJARAH PERKEMBANGAN KAWASAN SUNGAI MARTAPURA Sejak jaman dahulu, Kota Banjarmasin telah berkembang dalam segi pelayaran dan transportasi air. Setiap kegiatan keseharian tidak pernah terlepas dari jalur-jalur air. Untuk pergi dari suatu tempat ke tempat lain, masyarakat memanfaatkan sungai maupun kanal yang ada di kota tersebut. Tempat-tempat penting di Kota Banjarmasin dihubungkan oleh jalur-jalur air, baik yang alami ataupun yang sengaja dibuat. Penggunaan jalur darat sewaktu itu masih belum dimanfaatkan dengan baik karena cepat rusaknya struktur jalan di darat karena keadaan tanah yang sering tergenang air. Seiring berjalannya waktu, pembangunan jalur darat di Kota Banjarmasin semakin pesat. Pembangunan lebih terfokus terhadap penyediaan sarana dan prasarana transportasi darat. Semakin lama, masyarakat Kota Banjarmasin semakin beralih dari penggunaan jalur air ke jalur darat. Sementara itu, ketersediaan lahan di darat yang semakin sempit menyebabkan permukiman merambah hingga ke pinggir sungai, bahkan ke dalam badan sungai. Hal ini mengakibatkan perubahan penutupan lahan di riparian sungai. Perubahan penutupan lahan pada riparian Sungai Martapura menjadi permukiman menimbulkan dampak buruk terhadap keberlangsungan sungai tersebut. Disamping itu sampah, gulma, pendangkalan dan penciutan lebar sungai serta pemandangan kumuh telah juga menurunkan kualitas fisik dan visual sungai. Sampah dan tumbuhan gulma tersebut sering menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan transportasi sungai. Pencemaran air sungai juga menyebabkan penurunan terhadap produksi ikan pada sungai tersebut. 2.2. MCK MCK singkatan dari Mandi, Cuci, Kakus yang bisa saja berupa tinja, detergen, urine dan lain sebagainya. MCK umum (jamban) adalah salah satu sarana fasilitas umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk keperluan mandi, mencuci, dan buang air di lokasi permukiman tertentu yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat kemampuan ekonomi rendah. 2.3. TINJA Pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya seringkali berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih, kondisi-kondisi seperti ini akan berakibat terhadap kesehatan. Disamping itu pula menimbulkan pencemaran lingkungan dan bau busuk serta estetika. Air yang telah tercemar mudah sekali menjadi media berkembangnya berbagai macam penyakit. Air secara fisik merupakan media peralatan dalam menularkan organisme penyakit, air minum sehingga mengakibatkan infeksi. Organisme berada di air karena air tercemar oleh kotoran penderita. Pembuangan tinja manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan seringkali berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih dan fasilitas kesehatan lainya. Jamban dapat memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap status kesehatan penduduk. Pengaruh langsung, misalnya dapat mengurangi insiden penyakit tertentu, sedangkan pengaruh yang tidak langsung berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan. Pembuangan tinja disembarang tempat dapat menimbulkan penularan berbagai penyakit. Adapun penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja antara laian : Amoebiasis, Cholera, Stigellosis, Poliomyelitis, dan Typuhus. 2.4. DETERGEN Saat ini deterjen telah menjadi bahan pembersih yang tidak asing bagi seluruh lapisan masyarakat, baik yang tinggal di kampung, desa maupun kota. Hal ini disebabkan karena deterjen dengan “surfaktan” nya mampu menghasilkan buih diberbagai jenis air dengan jumlah yang lebih banyak dan mempunyai daya pembersih yang jauh lebih baik daripada sabun. Sangat disayangkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang deterjen dengan surfaktan ini hanya terbatas pada sisi kelebihannya saja, tanpa mengetahui sisi kekurangannya. Tanpa bermaksud menyalahkan pihak manapun, yang jelas saat ini buih-buih putih dengan mudahnya dapat kita lihat diberbagai perairan umum disekitar kita seperti sungai, bendungan dan waduk. Buih-buih yang menutupi permukaan air tersebut, baik dari jenis linier alkylsulfonate (LAS) yang “biodegradable maupun jenis alkyl benzene sulfonate (ABS) yang non-biodegradable tersebut dipastikan dapat mengganggu kehidupan organisme yang ada dibawahnya baik yang hidup didasar air seperti Chironomous sp; bergerak dibadan air seperti Daphnia carinata dan dipermukaan air seperti Culex sp. Dampak negatif limbah deterjen terhadap ketiga organisme tersebut belum banyak dipublikasikan, namun terhadap anak ikan telah cukup banyak dan sebagai ilustrasi adalah sebagai berikut ini. Beberapa publikasi mengungkapkan bahwa keberadaan deterjen dalam suatu badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan. Kerusakan insang dan organ pernafasan ikan ini menyebabkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigen terlarutnya rendah menjadi menurun. Padahal keberadaan busa-busa dipermukaan air diduga menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan udara bebas tertutup. Dengan demikian organisme dalam badan air akan mati bukan karena keracunan, namun karena kombinasi kerusakan organ pernafasan dan kekurangan oksigen. Selain merusak insang dan organ pernafasan ikan yang pada gilirannya dapat menyebabkan kematian ikan tersebut diatas, telah dipublikasikan pula bahwa keberadaan pencemar deterjen mengganggu kebiasaan makanan ikan yang pada gilirannya mengganggu pertumbuhan dan perkembang biakannya tersebut. BAB III PEMBAHASAN Dari literatur yang kami dapat, aktivitas MCK di sungai Martapura berpengaruh buruk terhadap kualitas air. Aktivitas MCK di jamban pinggiran sungai Martapura tentu jauh dari standar sanitasi yang baik. Aktivitas MCK tersebut dapat menjadi salah satu pencemar air di sungai Martapura. Bahan-bahan pencemar yang paling banyak ditemukan dari aktivitas MCK di jamban yaitu tinja dan detergen. Tinja yang dihasilkan dari aktivitas MCK dapat menyebabkan bau busuk dan mengurangi estetika. Hal ini tetntu saja mengganggu kenyamanan warga sekitar yang ada di pinggiran sungai. Air yang telah tercemar oleh tinja mudah sekali menjadi media berkembangnya berbagai macam penyakit. Air secara fisik merupakan media peralatan dalam menularkan organisme penyakit, yaitu melalui air minum sehingga mengakibatkan infeksi. Organisme yang berada di air menjadi tercemar oleh kotoran penderita. Dampak dari pembuangan tinja disembarang tempat dapat menimbulkan penularan berbagai penyakit yaitu diantaranya amoebiasis, cholera, stigellosis, poliomyelitis, dan typhus. Deterjen mengandung surfaktan yang mampu menghasilkan buih diberbagai jenis air dengan jumlah yang lebih banyak dan mempunyai daya pembersih yang jauh lebih baik daripada sabun. Buih-buih yang menutupi permukaan air tersebut, baik dari jenis linier alkylsulfonate (LAS) yang biodegradable maupun jenis alkyl benzene sulfonate (ABS) yang non-biodegradable tersebut dipastikan dapat mengganggu kehidupan organisme yang ada dibawahnya baik yang hidup didasar air seperti Chironomous sp; bergerak dibadan air seperti Daphnia carinata dan dipermukaan air seperti Culex sp. Dampak yang ditimbulkan dari keberadaan deterjen dalam suatu badan air adalah dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan. Kerusakan insang dan organ pernafasan ikan ini menyebabkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigen terlarutnya rendah menjadi menurun. Padahal keberadaan busa-busa dipermukaan air diduga menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan udara bebas tertutup. Dengan demikian organisme dalam badan air akan mati bukan karena keracunan, namun karena kombinasi kerusakan organ pernafasan dan kekurangan oksigen. Solusi dari pencemaran air yang disebabkan oleh aktivitas MCK yang ada di pinggiran sungai Martapura adalah dengan cara menghentikan aktivitas MCK di jamban seperti melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar tentang bahaya MCK bagi kesehatan lingkungan mereka sehingga meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga salah satu sumber kehidupan mereka yaitu air. Solusi dalam bidang pemerintahan yaitu meniadakan jamban dan memperbanyak WC umum agar masyarakat bisa menggunakan WC tersebut sebagai pengganti jamban, untuk itu diperlukan pengawasan secara rutin agar program ini dapat berjalan dalam jangka waktu yang panjang sehingga dapat menghindari munculnya jamban illegal. Selain solusi tersebut, permasalahan pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas MCK ini juga dapat diselesaikan dengan meningkatkan perekonomian masyarakat. BAB IV PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Kesimpulan dari makalah ini adalah : 1. Aktivitas MCK yang dilakukan masyarakan di pinggiran sungai Martapura dapat mencemari air. 2. Aktivitas MCK menghasilkan tinja yang menyebabkan bau busuk dan mengurangi estetika. Selain itu tinja juga menyebabkan berbagai macam penyakit. 3. Detergen yang dihasilkan dari akivitas MCK dapat merusak ekosistem air, khususnya organ pernapasan ikan (insang). 4. Solusi untuk mengurangi pencemaran air akibat aktivitas MCK yaitu melakukan sosialisasi kepada masyarakat, meniadakan jamban dan memperbanyak WC umum, serta meningkatkan perekonomian masyarakat. 3.2. SARAN Sebaiknya aktivitas MCK yang dilakukan di jamban oleh masyarakat pinggiran sungai Martapura segera diatasi, pencemarannya juga segera ditanggulangi demi kenyamanan dan kesehatan warga sekitar. DAFTAR PUSTAKA Heryawan. 2011. Jamban Keluarga. http://iwanheryawan.wordpress.com/ Komarawidjaja, Wage. 2004. Jurnal Kontribusi Limbah Detergen Terhadap Status Kehidupan Perairan di Das Citarum Hulu. Direktorat Teknologi Lingkungan BPP. Nurisyah & Anisa. 2011. Jurnal Lanskap Indonesia Vol.3 No.1 : Perencanaan Riparian Sungai Martapura Untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Alami Kota Banjarmasin. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Soetrisno, Yudhi. 2000. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 1, No. 3 : Daya Tahan Bebeberapa Organisme Air Pada Pencemar Limbah Detergen. Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi TIEML-BPPT. LAMPIRAN-LAMPIRAN
Gambar 1. Gambar deretan jamban di sungai Martapura daerah Martapura

Comments

Popular posts from this blog

Hirarki Pengelolaan Sampah

Hirarki Pengelolaan Sampah             Hirarki pengelolaan sampah merupakan kondisi ideal berisi alternatif upaya. Hierarki sampah menujuk pada 3R, yaitu Reuse, Reduce, dan Recycle yang mengklasifikasikan strategi manajemen sampah menurut apa yang sesuai. Urutan hierarki sampah dari yang tertinggi ke yang terbawah yaitu pencegahan, pengurangan sampah, penggunaan kembali, daur ulang, penghematan energi, dan pembuangan.             Hierarki sampah telah memiiki beberapa konsep sejak beberapa dekade lalu, namun konsep awal, yaitu strategi pengurangan sampah, telah lama berada di dekat ujung piramida hierarki. Tujuan utama hierarki sampah adalah untuk memanfaatkan produk sebesar-besarnya dan menghasilkan sampah yang sesedikit mungkin, karena pencegahan sampah adalah titik tertinggi dari piramida hierarki sampah. Beberapa ahli manajemen sampah megkonsepkan 4R dengan menambah satu R, diantaranya adalah : 1.       Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang